Prinsip Pendidikan Islam Sebagai Disiplin Ilmu
sobatcpns.my.id, 24 Okt 2022 21.08 WIB
Foto: (Kupukertas/Berita) |
Pada
hakikatnya sumber utama pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu adalah Al-Qur’an
dan Sunah Rasul serta pendapat para sahabat. Sebagai disiplin ilmu pendidikan
islam bertugas pokok mengilmiahkan wawasan tentang kependidikan.
Pendidikan
Islam sebagai disiplin ilmu harus membuka mata bahwa keadaan pendidikan saat
ini masih jauh dari harapan. Salah satu faktor penyebabnya adalah tidak
diterapkanya sebuah prinsip sebagai suatu dasar dalam pendidikan.
Prinsip
bukanlah sekedar formalitas belaka, namun prinsip adalah pondasi untuk mencapai
sebuah tujuan. Begitu pula dalam pendidikan Islam prinsip menjadi hal yang
sangat penting.
Oleh
karena itu, penulis mencoba sedikit mengupas
tentang bagaimana prinsip-prinsip pendidikan islam sebagai disiplin ilmu
dengan harapan dapat menambah wawasan bagi penulis pada khususnya dan calon
pendidik pada umumnya.
A. Pengertian
Pendidikan Islam
Istilah
pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-tarbiyah,
al-ta’dib, dan al-ta’lim. Ketiga istilah tersebut sama, namun yang
paling populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah al-tarbiyah.
Terlepas
dari ketiga term tersebut, para ahli mendefinisika pendidikan Islam sebagai
berikut[2]
1. al-Syaibany
: Pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik
pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya
2. Muhammad
Fadhil al-jamaly: Pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan , mendorong
serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan
kehidupan yang mulia
3. Ahmad
D. Marimba : Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil)
4. Ahmad
Tafsir: Pendidikan Islaam sebagai bimbingan yang diberikann oleh seseorang agar
ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran islam
Salah
satu pandangan modern dari seorang pakar muslim pendidikan Islam DR. Muhammad
S.A Ibrahimy (Bangladesh) mengemukakan pengertian pendidikan islam yang
berjangkauan luas sebagai berikut:
“Islamic
education in true sense of the term, is a system of education which enables a
man to leadhis life according to the Islamic ideology, so that he may easily
mould his lifein accordance with tenets
of Islam. And thus peaace and prosperity may prevail in his own life as weell
as in the whole world. These Islamic scheme of education is, of necessity an
Allah embracing system, for Islam enchompasses the entire gamut o moslem’s
life. It can justly be said that Allah branches of learning which are nor
Islamic are included in the Islamic education. The scope of Islamic education
has been changing at different times. In view of the demands of the age and the
development of science and technology, its scope has also widened.
Napas
keislaman dalam pribadi seorang muslim merupakan elane vitale yang
menggerakan perilaku yang diperokoh dengan ilmu pengetahuan yang luas, sehingga
ia mampu memberikan jawaban yang tepat dan berguna terhadap tantangan
perkembangan ilmu dan teknologi. Karena itu pendidikan Islam memiliki ruang
lingkup yang berubah-ubah menurut waktu yang berbeda-beda. Ia bersikap lentur
terhadap perkembangan kebutuhan umat manusia dari waktu ke waktu.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam adalah suatu sistem yang
memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai
dengan ideologi Islam. Melalui pendekatan ini, ia akan dapat dengan mudah
membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam yang
diyakininya.
B. Prinsip-Prinsip
Pendidikan Islam
Prinsip
menurut Salim berarti “asas atau dasar yang dijadikan pokok berpikir, bertindak
dan sebagainya.” Sedang menurut Ramayulis, prinsip pendidikan dapat diartikan
dengan kebenaran yang bersifat universal, yang dijadikan dasar dalam perumusan
perangkat pendidikan.
Pendidikan
Islam, sebagai suatu proses pengembangan segenap potensi peserta didik menuju
kualitas manusia yang ideal, perlu direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip yang benar. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
a. Prinsip
Integral
Pendidikan
Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama. Keduanya harus
terintegrasi secara harmonis. Itu adalah tuntutan akidah Islam. Dalam ajaran
Islam, Allah adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Dia pula yang
menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya. Hukum-hukum
mengenai alam fisik disebut sunnatullah, sedangkan pedoman hidup dan
hukum-hukum untuk kehidupan manusia telah ditentukan pula dalam ajaran agama
yang disebut dinullah yang mencakup akidah dan syariah. Sunnatullah
dan dinullah sama-sama tanda wujud kebesaran Allah. (QS. Al-Anam:165)
Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali
diturunkan, Allah memerintahkan agar manusia membaca. Apa yang dibaca? Dalam
ayat dimaksud memang tidak disebutkan secara konkret. Akan tetapi, di tempat
lain ditemukan ayat yang menafsirkan perintah membaca tersebut. Sebagai contoh,
اُتْلُ مَآ أُوْحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَوةَ ۖ
“bacalah apa yang diwahyukan kepadamu
(Muhammad), yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan laksanakanlah shalat.”
(QS. Al-Ankabut:45)
Disini, Al-Qur’an yang harus dibaca. Ia
merupakan ayat yang diturunkan Allah (Ayat tanziliyyah, quraniyyah). Ditempat lain Allah memerintahkan agar
manusia membaca ayat Allah yang berwujud fenomena-fenomena alam (ayat kauniyyah,
sunnatullah), antara lain
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَمَا تُغْنِي
الْآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ
“ Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang
ada dilangit dan di bumi” (QS. Yunus:101)
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ ؛ وَإِلَى
السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ
وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ ؛ وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ
سُطِحَتْ
“Apakah mereka tidak memperhatikan
unta bagaimana ia diciptakan dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-Ghasyiyah:17-20)
Dari ayat-ayat diatas dapat dipahami
bahwa Allah memerintahkan agar manusia membaca Al-Qur’an dan fenomena alam
tanpa memberikan tekanan kepada salah satu jenis ayat dimaksud. Itu berarti
bahwa pendidikan Islam harus dilaksanakan secara terpadu (terintegral).
b.
Prinsip
seimbang
Pendidikan
Islam selalu memperhatikan keseimbangan di antara berbagai aspek yang meliputi
keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara ilmu dan amal, urusan hubungan
dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia, hak dan kewajiban.
Keseimbangan antara ursan dunia dan akhirat dalam ajaran islam
harus menjadi perhatian. Rasul saw diutus Allah untuk mengajar dan mendidik
manusia agar mereka dapat meraih kebahagiaan di kedua alam itu. Mengabaikan salah
satunya akan berakibat fatal dalam kehidupan manusia. Implikasinya adalah
pendidikan harus diarahkan untuk mncapai kebahagiaan dunia akhirat. Hal ini
senada dengan firman Allah:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا
تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepaadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi”. (QS. Al-Qashash:77)
Keseimbangan antara ilmu dan amal berarti pendidik memberikan ilmu
dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikan ilmunya tersebut.
Pendekatan seperti ini harus dilakukan oleh pendidik agar siswa berilmu dan
terampil. Memberikan ilmu tanpa praktik membuat anak kaku dan tidak terampil.
c.
Prinsip
Bagian dari proses Rubbubiyah
Karakter hakiki pendidikan Islam pada intinya terletak pada fungsi
rubbubiyah Allah yang secara praktis dikuasakan atau diwakilkan kepada manusia.
Dengan kata lain, pendidikan Islam tidak lain adalah keseluruhan dari proses
dan fungsi rubbubiyah Allah terhadap manusia, sejak dari proses penciptaan
serta pertumbuhan dan perkembangannya secara bertahap dan berangsur-angsur
sampai dewasa dan sempurna, baik dalam aspek akal, kejiwaan, maupun jasmaninya.
Selanjutnya atas dasar tugas kekhalifahan, manusia sendiri bertanggung jawab
untuk merealisasikan proses pendidikan Islam yang hakikatnya proses dan fungsi
rubbubiyah Allah tersebut dalam dan sepanjang kehidupan nyata di muka bumi ini.
Dalam pembelajaran, pendidik perlu menyadari bahwa tugas yang
sedang dilaksanakannya adalah dalam posisinya sebagai khalifah (pengganti)
Allah. Ia harus berkomunikasi dengan peserta didik atas dasar rasa tanggung
jawab, penuh kasih sayang, adil, tidak berlaku zalim, dan suka membantu.
d.
Prinsip
Membentuk Manusia Seutuhnya
Manusia yang menjadi objek pendidikan Islam adalah manusia yang
telah tergambar dan terangkum dalam Al-Qur’an dan hadits, yaitu manusia yang
lengkap terdiri dari unsur jasmani dan ruhani, jiwa dan akal, nafs dan qalb.
Pendidikan Islam tidak bersifat dikotomis dalam menangani unsur-unsur tersebut
dengan menganggap lemah, atau mengunggulkan yang satu atas yang lainnya,
melainkan menganggap semuanya merupakan kesatuan organis dan dinamis yang
saling berinteraksi.
Semua unsur tersebut adalah potensi yang dianugerahkan Allah kepada
manusia. Pendidikan Islam dalam hal ini merupakan usaha untuk mengubah
kesempurnaan potensi tersebut menjadi kesempurnaan aktual, melalui setiap
tahapan hidupnya (Al-kailani, 1986: 30). Dengan demikian fungsi pendidikan
Islam adalah menjaga keutuhan unsur-unsur individual peserta didik dan
mengoptimalkan potensinya dalam garis keridhaan Allah.
Prinsip ini harus di realisasikan oleh pendidik dalam proses
pembelajaran. Pendidik harus mengembangkan kecerdasan intelektual (Intellectual
quotient), kecerdasan emsional (emotional quotient) dan kecerdasan spiritual (
spiritual quotient) secara simultan. Pendidik jangan dulu merasa puas melihat
peserta didik yang memiliki kompetensi kognitif sebelum ia dapat memiliki
akhlak terpuji dan tekun beribadah. Begitu juga sebaliknya. Semua komponen kemanusiaan
peserta didik harus dikembangkan secara simultan agar ia menjadi manusia yang
utuh.
e.
Prinsip
Selalu Berkaitan dengan Agama
Pengajaran agama dalam Islam tidak selalu dalam pengertian (ilmu
agama) formal, tetapi dalam pengertian “esensi”nya yang bisa saja berada dalam
ilmu-ilmu lain yang sering dikategorikan secara tidak proporsional sebagai ilmu
sekuler. Kaitan tujuan pendidikan Islam dengan agama dan juga pada ajaranya
tentang hakikat manusia dan kehidupannya. Hal ini mengimplikasikan bahwa tujuan
pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada pencapaian materiil untuk
kepentingan dirinya di dunia ini, seperti pada pendidikan sekuler. Tujuan
pendidikan Islam meniscayakan keterpaduan antara aspek jasmani (lahiriah) dan
ruhani (batiniah), antara kehidupan dunia dan akhirat (li sa’adat ad-darayan),
dan antara kepentingan individual dan kepentingan kolektif, dan antara
kedudukan sebagai khalifah (wakil Allah) dan tugas sebagai ‘abid
(hamba Allah)
f.
Prinsip
Terbuka
Pendidikan Islam pda dasarnya bersifat terbuka, demokratis dan
universal. Pendidikan seperti ini harus berwawasan kemanusiaan, yang melampaui
batas-batas tempat, waktu, bahasa, dan lainya yang sesuai dengan universalitas
ajaran Islam itu sendiri. Keterbukaan pendidikan Islam juga ditandai dengan
kelenturan untuk mengadopsi unsur-unsur positif dari luar, sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya, dengan tetap menjaga dasar-dasarnya
yang original (shalih), yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-hadits
(Jalaluddin, 107-108)
Dengan prinsip ini pendidikan Islam tidak kaku dan tidak menutup
diri dari segala bentuk perkembangan yang terjadi di dunia luar. Ide-ide
cerdas, pemikiran pemikiran positif-konstruktif, dan teknologi modern yang
menguntungkan kepada perkembangan umat dan pendidikan Islam dapat dan bahkan
harus diterima oleh pendidikan Islam. Penerimaan tersebut dilakukan setelah
diyakini hal itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Al-Qur’an.
g.
Menjaga
Perbedaan Individual
Perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh manusia melahirkan perbedaan
tingkah laku karena setiap orang akan berbuat sesuai dengan keadannya
masing-masing
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَىٰ شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ
هُوَ أَهْدَىٰ سَبِيلًا
“Katakanlah (Muhammad),”setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaanya
masing-masing.“ Maka TuhanMu lebih mengetahui siapa yang benar jalannya (QS.
Al-Isra:84)
Pendidikan Islam
sepanjang sejarahnya menurut Asy-Syaibany (1979:443) telah memelihara perbedaan
individual yang dimiliki oleh peserta didik.
Dalam pembelajaran, pendidik harus memperhatikan dan menjaga
perbedaan individual peserta didik, baik yang berhubungan dengan tipe belajar
maupun tingkat kemampuan. Untuk mengakomodasi perbedaan tipe belajar peserta
didik yang berbeda, pendidik dapat menggunakan perilaku mengajar yang
bervariasi.
h.
Prinsip
Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat
Islam tidak mengenal batas akhir dalam menempuh pendidikan. Hal
tersebut mengingat tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam adalah
terbentuknya akhlaq al-karimah. Pembentukan itu membutuhkan rentang waktu yang
panjang, yaitu sepanjang hayat manusia. Rasulullah SAW menegaskan bahwa masa
pendidikan terentang dari sejak buaian
(lahir) hingga ke liang kubur atau akhir hayat (min al-mahd ila al-lahd).
Pendidikan barat mengenalnya sebagai long life education. (Jalaluddin,
2001: 107-108)
Pendidikan Islam yang bersumber dari wahyu dan diterapkan oleh
Rasulullah SAW telah sejak lama mengenal konsep pendidikan seumur hidup. Konsep
ini pula yang diterapkan dalam sistem pendidikan Islam, konsep pendidikan tanpa
batas usia, Setiap individu dibebankan kewajiban untuk menerima pendidikan
sepanjang hayatnya. Perlakuan itu disetarakan antara laki-laki dan perempuan.
Oleh
karena itu dalam melaksanakan Pendidikan Islam, para pendidik dituntut untuk
memperhatikan prinsip-prinsip diatas secara menyeluruh. Jangan hanya
memperhatikan satu prinsip dan mengabaikan prinsip lain. Lebih dari itu,
pendidik juga dituntut untuk berupaya merealisasikan prinsip-prinsip dimaksud
dalam berbagai proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun
diluar kelas.
C. Konsep
Ilmu
Umat
Islam dari sejak awal mengakui dua jenis keilmuan sealigus, ilmu agama dan ilmu
alam. Kedua jenis ilmu tersebut dikategorikan sebagai pengetahuan yang ilmiah
dan dikembangkan melalui metode yang ilmiah pula.
Hal
ini tentu berbeda dengan yang terjadi di barat, dimana pengetahuan terbagi
dalam dua istilah teknis, yaitu science dan knowledge. Istilah
yang pertama diperuntukan bagi bidang bidang ilmu fisik atau empiris, sedangkan
istilah kedua diperuntukan bagi bidang-bidang ilmu non fisik seperti konsep
mental dan metafisika.
Istilah
yang pertama diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan ilmu pengetahuan, sedangkan istilah
kedua diterjemahkan dengan pengetahuan saja yang bisa dikategorikan ilmu,
sementara sisanya, seperti ilmu agama tidak bisa dikategorikan ilmu (ilmiah).
Fenomena
seperti itu baru terjadi pada abad modern, karena pada abad pertengahan,
pengetahuan belum dibeda-bedakan kedalam dua istilah teknis diatas, istilah
pengetahuan (knowledge) masih mencakup semua jenis ilmu pengetahuan. Baru
ketika memasuki abad modern, yang ditandakan dengan positivisme, maka
pengetahuan yang terukur secara empiris dikhusukann dengan penyebutan scientific
knowledge atau science saja.
Saat
dosen menjelaskan bahwa kecepatan cahaya adalah sekitar 270.000 km/detik, maka si
mahasiswa hanya diminta untuk percaya, tidak membuktikan secara empiris. Begitu
pula yang terjadi pada profesor yang bepergian menggunakan pesawat terbang, Ia
hanya percaya pada orang yang mungkin
sama sekali tidak pernah dikenalinya, ia percaya pada orang yang dikatakan
sebagai pilot, meskipun ia sama sekali tidak kenal.
Alhasil
si profesor menerima kebenaran ilmiah, bukan berdasar metode empirisisme,
tetapi menerima kebenaran ilmiah dari jalur pemberitaan. Inilah yang dalam
konsep epistemologi islam disebut sebagai jalur kebenaran ilmiah melalui khabar
shidiq (true report).
Bagi
seorang muslim, informasi yang didapat dari khabar shidiq ini juga merupakan
ilmu, sebab ia diperoleh dari sumber terpercaya, semisal Al-Qur’an dan hadits
Nabi Muhammad saw. Ilmu yang didapat dari jalur khabar shidiq ini juga
diterima secara universal.
Karenanya,
tidaklah tepat jika dalam perspektif islam, suatu ilmu hanya dapat diraih dari metode empiris-rasional.
Prof.
Wan Mohd Nor memaparkan tentang sumber ilmu yang terdiri dari dua jenis.
Pertama, adalah berita yang terbukti secara terus menerus dan disampaikan oleh
mereka yang kebaikan akhlaknya tidak mengizinkan akal pikiran untuk
membayangkan bahwa mereka akan melakukan dan menyebarkan kesalahan. Jenis yang
kedua adalah berita mutlak yang dibawa oleh Nabi berdasarkan wahyu.
Demikian
tentang sumber ilmu dalam islam tidak membatasi hanya dari sumber pancaindra
(empiris) dan akal (rasional). Pandangan Islam tentang sumber-sumber ilmu bisa
dianggap sebagai metode ilmiah ini berbeda dengan penjelasan metode penelitian
sekuler yang membatasi kategori “ilmiah” hanya pada hal-hal yang rasional dan
empiris
D. Prinsip
Pendidikan Islam Sebagai Disiplin Ilmu
Sebagai
disiplin ilmu, pendidikan islam bertugas pokok mengilmiahkan wawasan atau
pandangan tentang kependidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokok dengan
bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuwan muslim.
Dunia
ilmu pengetahuan yang akademik telah menetapkan norma-norma, syarat-syarat, dan
kriteria – kriteria oleh suatu ilmu yang ilmiah. Persyaratan keilmuan yang
ditetapkan itu tampak bersifat sekuler, dalam arti bahwa mengilmiahkan suatu pandangan
atau konsep dalam banyak seginya, yang melibatkan nilai-nilai ketuhanan
dipandang tidak rasional karena metafisik dan tidak dapat dijadikan dasar pemikiran
sistematis dan logis.
Nilai-nilai
ketuhanan berada di atas nilai keilmiahan dan ilmu pengetahuan. Agama adalah
bukan ilmu pengetahuan, karena bukan ciptaan budaya manusia. Agama adalah wahyu
Tuhan yang diturunkan kepada umat manusia melalui rasul-rasulnya untuk
dijadikan pedoman hidup yang harus diyakini kebenarannya.
Sebagai
suatu disiplin ilmu, pendidikan islam merupakan sekumpulan ide-ide dan
konsep-konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan
pengetahuan. Jadi, mengalami dan
mengetahui merupakan pengokoh awal dari konseptualisasi manusia yang berlanjut
kepada terbentuknya ilmu pengetahuan itu. Untuk itu Nabi Adam as, diajarkan
nama-nama benda terlebih dahulu sebagai dasar konseptual bagi pembentukan ilmu
pengetahuannya.
Dengan
demikian, ilmu pendidikan islam dapat dibedakan antara ilmu pendidikan teoretis
dan ilmu pendidikan praktis.
Ada
tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan islam yang pada
gilirannya dapat dibuktikan validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen
dasar itu adalah sebagai berikut :
a. Tujuan
pendidikan islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi
seluruh umat islam sehingga bersifat universal. Tujuan pendidikan islam adalah
yang asasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode dan materi (content) pendidikan islam.
b. Metode
pendidikan islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses
pencapaian pendidikan islam itu.
c. Irama
gerak yang harmonis antara metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan
mengalami vakum bila tanpa kehadiran nilai atau ide.
Konsepsi
Alqur’an tentang ilmu pengetahuan, tidak membeda-bedakan antara ilmu
pengetahuan agama dan umum. Kedua jenis ilmu pengetahuan itu merupakan kesatuan
yang tidak dapat dipisah-pisahkan, karena semua ilmu adalah manifestasi dari
ilmu pengetahuan yang satu, yaitu ilmu pengetahuan Allah.oleh karena itu, dalam
islam tidak dikenal adanya ilmu pengetahuan yang religius dan non religius
(sekuler).
Pendidikan
islam sebagai disiplin ilmu telah mempunyai modal dasar yang potensial untuk
dikembangkan sehingga mampu berperan di jantung masyarakat dinamis masa kini
dan mendatang. Pendidikan islam saat ini masih berada pada garis marjinal
masyarakat, belum memegang peran sentral dalam proses pembudayaan umat manusia
dalam arti sepenuhnya.
Untuk
itu ilmu pendidikan islam yang menjadi pedoman oprasionalisasi pendidikan islam
perlu di kembangkan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam dunia
akademik, yaitu :
a. Memiliki
objek penbahasan yang jelas dan khas pendidikan yang islami meskipun memerlukan
ilmu penunjang dari yang non-Islami.
b. Mempunyai
wawasan, pandangan, asumsi, hipotesis serta teori dalam lingkup kependidikan
yang islami yang bersumberkan ajaran islam.
c. Memiliki
metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu pendidikan yang
berdasarkan islam, beserta sistem pendekatan yang seirama dengan corak
keislaman sebagai kultur dan revilasi.
d. Memiliki
struktur keilmuan yang sistematis mengandung totalitas yang tersusun dari
komponen-komponen yang saling mengembangkan satu sama lain dan menunjukan
kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.
Oleh
karena itu, suatu ilmu yang ilmiah harus bertumpu pada adanya teori-teori, maka
teori-teori pendidikan islam juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Teori
harus menetapkan adanya hubungan antara fakta yang ada.
b. Teori
harus mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur dari konsep-konsep, karena
alam kita tidak menyediakan sistem siap pakai untuk itu.
c. Teori
harus mengikhtisarkan sebagai fakta, kejadian-kejadian. Oleh karenanya maka
sebuah teori harus dapat menjelaskan sejumlah besar fakta.
d. Teori
harus dapat meramalkan fakta atau kejadian-kejadian karena tugas sebuah teori
adalah meramalkan kejadian-kejadian yang belum terjadi.
A. Kesimpulan
Pendidikan
Islam sebagai disiplin ilmu harus senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip
pendidikan Islam. Apabila disiplin ilmu tidak memiliki prinsip, khususnya
prinsip pendidikan Islam, maka dikhawatirkan akan terjadi sekulerisasi dan
liberalisasi pendidikan.
Pendidikan
Islam sebagai disiplin ilmu juga harus senantiasa mengilmiahkan wawasan tentang
kependidikan yang terdapat dalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan pendapat
para sahabat dan ilmuwan muslim.
Karenanya kita sebagai insan akademika
yang terdapat dalam sebuah lembaga pendidikan harus lebih mengoptimalan daya
fikir dan mental untuk menatap pendidikan yang lebih maju.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzzayin. 2011. “Kapita Selekta Pendidikan Islam”.
Jakarta: Bumi Aksara.
Basri, Hasan. 2009.“Filsafat Pendidikan Islam”. Bandung: Pustaka Setia.
Husaini, Adian. 2013. “Filsafat Ilmu”. Jakarta: Gema Insani.
Nizar,Samsul. 2002. “Filsafat Pendidikan Islam”.Jakarta:
Ciputat Pers.
Belum ada Komentar untuk "Prinsip Pendidikan Islam Sebagai Disiplin Ilmu"
Posting Komentar